LAPORAN INDIVIDU
PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN III
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI
PADA BAYI NY “K” DENGAN ASFIKSIA
RINGAN
DI PUSKESMAS DENGGEN KECAMATAN
SELONG LOMBOK TIMUR
TANGGAL 21 MEI 2015
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR
PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA
PENGANTAR ........................................................................................ iii
BAB
1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2
Tujuan................................................................................................... 2
BAB
II TINJAUAN TEORI................................................................................. 3
2.1 Asfiksia Neonatorum..................................................................... ....... 3
2.2
Tinjuan Teori
Asuhan Kebidanan ...................................................... 22
BAB III ASUHAN KEBIDANAN .................................................................... 30
3.1 Data Subyektif ................................................................................... 30
3.2 Data Obyektif .................................................................................... 32
3.3 Analisa ............................................................................................... 36
3.4 Pelaksanaan ........................................................................................ 36
BAB
IV
PEMBAHASAN .................................................................................. 37
4.1
Data Subyektif.................................................................................... 37
4.2
Data Obyektif..................................................................................... 37
4.3
Analisa ............................................................................................... 37
4.4
Pelaksanaan ........................................................................................ 37
BAB
IV
PENUTUP ...................................................................................... ..... 38
5.1
Kesimpulan
................................................................................... ..... 38
5.2
Saran.............................................................................................. ..... 38
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Angka Kematian
Bayi (AKB) yaitu 46 jiwa per 1000 kelahiran hidup. Adapun Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 2007 yaitu 248 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi(AKB) yaitu 27 per 1000 kelahiran hidup (Standar
WHO).
Menurut WHO,
setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh
kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan).
Setiap 6 menit terdapat satu bayi meninggal. Penyebab kematian BBL di indonesia
adalah BBLR 29%, Asfiksia 27%, trauma lahir, Tetanus Neonatorum, infeksi lain
dan kelainan kongenital (JNPK-KR, 2008; h.145).
Di Indonesia
Angka Kematian Ibu (AKI) menempati angka tertinggi di Asia Tenggara, yaitu
sebesar 307 per seratus ribu kelahiran hidup. Itu berarti ada 50 ribu meninggal
setiap harinya. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, angka kematian bayi (AKB) 32/1000 kelahiran hidup, sedangkan menurut
profil kesehatan Indonesia 2011 angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah
228/100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu (AKI) di NTB adalah 320/100.000
kelahiran hidup, angka ini memang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata AKI
nasional, angka kematian bayi (AKB) 72/1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI,
2013).
Kematian
perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik dilapangan
maupun dirumah sakit rujukan di indonesia. Di Amerika diperkirakan 12.000 bayi
meninggal atau menderita kelainan akibat asfiksia perinatal. Retardasi mental
dan kelumpuhan syaraf sebanyak 20-40% merupakan akibat dari kejadian
intrapartum (Wiknjosastro, 2010; h.10).
Departemen
Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan
pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) yang ke 5 pada tahun 2015
menjadi 102 orang per tahun. Serta Depkes telah mematok target penurunan AKB di
Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per
1.000 kelahiran hidup pada 2015 (www.tugaskuliah.info/2010).
Berbagai upaya
yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian BBL
adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan
pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka
kematian BBL karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan
dan keterampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan (JNPK-KR, 2008;
h.145).
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Penulis mampu
melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan
manajemen kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan di puskesmas
denggen kecamatan selong Lombok timur.
1.2.2
Tujuan Khusus
1.
Mampu melakukan
pengkajian data Subjektif pada by Ny. K umur satu
hari dengan asfiksia ringan di puskesmas Denggen.
2.
Mampu melakukan
pengkajian data Objektif pada by Ny. K umur satu
hari dengan asfiksia ringan di puskesmas Denggen.
3.
Mampu melakukan
Analisa data pada by Ny. K umur satu
hari dengan asfiksia ringan di puskesmas Denggen.
4.
Mampu melakukan
penatalaksanaan pada by Ny. K umur satu
hari dengan asfiksia ringan di puskesmas Denggen.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1
Asfiksia
Neonatorum
2.1.1
Definisi
Asfiksia
neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya. ( Dewi.2010; h.102)
Asfiksia
neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010; h.421).
Asfiksia adalah
keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia
setelah persalinan. Masalah ini mungkin saling berkaitan dengan keadaan ibu,
tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.(JNPK KR 2008;
h. 146).
2.1.2
Etiologi dan
Faktor Predisposisi
Penyebab
terjadinya Asfiksia menurut (DepKes RI, 2009)
1. Faktor Ibu
a.
Preeklamsia dan eklamsia.
b.
Perdarahan
abnormal (plasenta prervia atau solution plasenta).
c.
Partus lama
atau partus macet.
d.
Demam selama
persalinan.
e.
Infeksi berat
(malaria, sifilis, TBC, HIV).
f.
Kehamilan post
matur.
g.
Usia ibu kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Faktor Bayi
a.
Bayi Prematur (Sebelum
37 minggu kehamilan).
b.
Persalinan
sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, forsef).
c.
Kelainan
kongenital.
d.
Air ketuban
bercampur mekonium (warna kehijauan).
3. Faktor Tali Pusat
a.
Lilitan tali
pusat.
b.
Tali pusat
pendek.
c.
Simpul tali
pusat.
d.
Prolapsus tali
pusat.
2.1.3
Faktor-faktor
yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)
Beberapa
keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen kejanin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin.
1.
Gangguan
Sirkulasi Menuju Janin
a.
Gangguan aliran
pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali
pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu)
b.
Pengaruh obat,
karena narkosa saat persalinan.
2.
Faktor Ibu
a.
Gangguan his
(tetania uteri/hipertonik)
b.
Penurunan
tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan solusio
plasenta)
c.
Vasokontriksi
arterial (hipertensi pada hamil dan gestosis preeklampsia-eklampsia)
d.
Gangguan
pertukaran nutrisi/O2 (solusio plasenta) (Manuaba, 2010; h.421).
2.1.4
Diagnosis
Untuk dapat
mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai
berikut:
1.
Denyut jantung
janin
a.
DJJ meningkat
160 kali permenit tingkat permulaan
b.
Mungkin jumlah
sama dengan normal, tetapi tidak teratur
c.
Frekuensi
denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama yang tidak
teratur.
d.
Pengeluaran
mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan
nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.
2.
Mekonium dalam
air ketuban
Pengeluaran
mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan
nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka
(Manuaba, 2010; h.422)
3.
Pernapasan
Awalnya hanya
sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi
bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak
mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti
napas komplet. Kejadian ini disebut apnue primer (drew.2009;h.9).
4.
Usia Ibu
Umur ibu pada
waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas sumber daya
manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat
terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan
mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan
pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat
reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua
(diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap
secara medis (organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian
menunjukan bahwa primiparitymerupakan faktor resiko yang mempunyai
hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (>
35 tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan
tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta
previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan
terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
5.
Paritas
Paritas adalah
jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas
2-3 merupakan paritas paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal.
Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka
kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih
tinggi. Paritas yang rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil
dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan nifas
(Winkjosastro, 2007).
Paritas 1
beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara
mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan
faktor resiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas
asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk
menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi
perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio
plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi
baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
6.
Lama persalinan
Menurut tinjauan
teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat
menyebabkan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus
macet dan persalinan sulit, seperti letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, h. 144).
Pada
multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya.
Kala 1 selesai apabila pembukaan servik telah lengkap, pada multigravida
berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam (Sulistyawati,
2010; h.65).
2.1.5
Tanda dan
gejala
1.
Asfiksia berat
(nilai APGAR 0-3)
Pada kasus
asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan
resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang yang muncul pada
asfiksiam berat adalah sebagai berikut:
a.
Frekuensi
jantung kecil, yaitu <40 per menit.
b.
Tidak ada usaha
napas
c.
Tonus otot
lemah bahkan hampir tidak ada
d.
Bayi tampak
pucat bahkan sampai berwarna kelabu
2.
Asfiksia sedang
(nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia
sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
a.
Frekuensi
jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit
b.
Usaha nafas
lambat
c.
Tonus otot
biasanya dalam keadaan baik
d.
Bayi masih bereaksi
terhadap rangsangan yang diberikan
e.
Bayi tampak
siannosis
3.
Asfiksia ringan
(nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia
ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
a.
Bayi tampak
sianosis
b.
Adanya retraksi
sela iga
c.
Bayi merintih
d.
Adanya pernafasan
cuping hidung
e.
Bayi kurang
aktifitas
(Dewi, 2010; h.102).
Selengkapnya Download disini
0 comments:
Post a Comment