ADAPTASI BAYI SEGERA SETELAH LAHIR
A.
Adaptasi
Fisiologi BBL terhadap Kehidupan di Luar Uterus
Adaptasi bayi terhadap kehidupan di luar kandungan
meliputi:
1. Awal
Pernafasan
Pada saat lahir bayi berpindah tempat dari suasana
hangat di lingkungan rahim ke dunia luar tempat dilakukannya peran eksistensi
mandiri. Bayi harus dapat melakukan transisi hebat ini dengan tangkas. Untuk
mencapai hal ini serangkaian fungsi adaptif dikembangkan untuk mengakomodasi
perubahan drastis dan lingkungan di dalam kandungan ke lingkungan luar
kandungan.
2. Adaptasi
Paru
Hingga saat lahir tiba, janin bergantung pada
pertukaran gas daerah maternal melalui paru maternal dan plasenta. Setelah
pelepasan plasenta yang tiba-tiba setelah pelahiran, adaptasi yang sangat cepat
terjadi untuk memastikan kelangsungan hidup. Sebelum lahir janin melakukan
pernapasan dan menyebabkan paru matang, menghasilkan surfaktan, dan mempunyai
alveolus yang memadai untuk pertukaran gas. Sebelum lahir paru janin penuh
dengan cairan yang diekskresikan oleh paru itu sendiri. Selama kelahiran,
cairan ini meninggalkan paru baik karena dipompa menuju jalan napas dan keluar
dari mulut dan hidung, atau karena bergerak melintasi dinding alveolar menuju pembuluh
limfe paru dan menuju duktus toraksis.
3. Adaptasi
Kardiovaskuler
Sebelum lahir, janin hanya bergantung pada plasenta
untuk semua pertukaran gas dan ekskresi sisa metabolik. Dengan pelepasan plasenta
pada saat lahir, sistem sirkulasi bayi harus melakukan penyesuaian mayor guna
mengalihkan darah yang tidak mengandung oksigen menuju paru untuk
direoksigenasi. Hal ini melibatkan beberapa mekanisme, yang dipengaruhi oleh
penjepitan tali pusat dan juga oleh penurunan resistensi bantalan vaskular
paru.
Selama kehidupan janin hanya sekitar 10% curah jantung
dialirkan menuju paru melalui arteri pulmonalis. Dengan ekspansi paru dan
penurunan resistensi vaskular paru, hampir semua curah jantung dikirim menuju
paru. Darah yang berisi oksigen menuju kejantung dari paru meningkatkan tekanan
di dalam atrium kiri. Pada saat yang hampir bersamaan, tekanan di atrium kanan
berkurang karena darah berhenti mengalir melewati tali pusat. Akibatnya,
terjadi penutupan fungsional foramen ovale. Selama beberapa hari pertama kehidupan,
penutupan ini bersifat reversibel, pembukaan dapat kembali terjadi bila
resistensi vaskular paru tinggi, misalnya saat menangis, yang menyebabkan
serangan sianotik sementara pada bayi. Septum biasanya menyatu pada tahun
pertama kehidupan dengan membentuk septum intra atrial, meskipun pada sebagian
individu penutupan anatomi yang sempurna tidak pernah terjadi.
4. Adaptasi
suhu
Bayi memasuki suasana yang jauh lebih dingin pada saat
pelahiran, dengan suhu kamar bersalin 21°C yang sangat berbeda
dengan suhu dalam kandungan, yaitu 37,7°C. Ini menyebabkan
pendinginan cepat pada bayi saat cairan amnion menguap dari kulit. Setiap mili
liter penguapan tersebut memindahkan 560 kalori panas. Perbandingan antara area
permukaan dan masa tubuh bayi yang luas menyebabkan kehilangan panas, khususnya
dari kepala, yang menyusun 25% masa tubuh. Lapisan lemak subkutan tipis dan
memberikan insulasi tubuh yang buruk, yang berakibat cepatnya perpindahan panas
inti ke kullit, kemudian lingkungan, dan juga mempengaruhi pendinginan darah.
Selain kehilangan panas melalui penguapan, kehilangan panas melalui konduksi
saat bayi terpajan dengan permukaan dingin, dan melalui konveksi yang
disebabkan oleh aliran udara dingin pada permukaan tubuh.
B.
Perlindungan
Termal (Termoregulasi)
Perlindungan termal dapat dilakukan dengan pencegahan
kehilangan panas. Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru lahir,
belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu jika tidak dilakukan upaya pencegahan
kehilangna panas tubuh maka bayi baru lahir dapat mengalami hipotermia. Bayi
dengan hipotermia, sangat beresiko tinggi untuk mengalami kesakitan berat atau
bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan
basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada di dalam
ruangan yang relatif hangat.
1. Mekanisme
kehilangan panas BBL ke lingkungannya
a. Evaporasi
(Penguapan)
Kehilangan panas bisa terjadi karena
penguapan cairan ketuban bayi setelah lahir, tubuh bayi tidak segera
dikeringkan, atau bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera
dikeringkan / diselimuti
b. Konduksi
(Kontak langsung)
Antara tubuh bayi dengan permukaan
yang dingin. Meja, tempat tidur, timbangan.
c. Konveksi
(terpapar udara sekitar lebih dingin)
Kipas angin, hembusan udara melalui
ventilasi / pendingin ruangan.
d. Radiasi
(suhu ruangan bayi lebih rendah dari suhu bayi).
2. Mencegah
terjadinya kehilangan panas
a. Keringkan
bayi dengan seksama
b. Selimuti
bayi dengan atau kain bersih dan hangat
c. Selimuti
bagian kepala bayi
d. Anjurkan
ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
e. Jangan
segera menimbang / memandikan BBL
f.
Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat
3. Pentingnya
menjaga kehangatan bayi, karena:
a. Penurunan
suhu yang cepat pada BBL disebabkan oleh ketidakmampuan bayi untuk menghasilkan
panas yang cukup untuk mengimbangi kehilangan panas pada proses kelahiran.
b. Setiap
bayi yang lahir memiliki sistem pengendalian suhu yang belum matang. Dan pada BBL
dengan BB < 2500 gram serta pada bayi yang premature tidak terdapat lemak
yang cukup untuk menghasilkan panas tubuh.
0 comments:
Post a Comment