Search This Blog

Powered by Blogger.

MAKALAH ASKEP STRABISMUS (MATA JULING

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN STRABISMUS (MATA JULING)







KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan RahmatNya tugas kami yang membahas tentang “Asuhan Keperawatan Strabismus (Mata Juling)” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dari itu izinkan kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan segala masukan berupa kritik maupun saran demi perbaikan makalah ini dan penyusunan makalah-makalah berikutnya.
Akhir kata dengan suatu harapan yang tinggi, semoga makalah ini menjadi suatu yang bermanfaat bagi kita semua khususnya mahasiswa keperawatan.

.


Mataram,     Oktober 2016

Penulis,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
BAB I TINJAUAN TEORI STRABISMUS (MATA JULING) ..................... 1
A.      Definisi ................................................................................................... 1
B.       Etiologi ................................................................................................... 3
C.       Klasifikasi ............................................................................................... 3
D.      Patofisiologi ............................................................................................ 6
E.       Manifestasi Klinis ................................................................................... 6
F.        Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................... 7
G.      Komplikasi .............................................................................................. 9
H.      Test Tambahan ........................................................................................ 9
I.         Penatalaksanaan Medis ......................................................................... 10
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN STRABISMUS ....... 12
A.      Pengkajian ............................................................................................ 12
B.       Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 12
C.       Intervensi .............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
TINJAUAN TEORI STRABISMUS (MATA JULING)

A.    Definisi
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi  pada semua arah  dan jarak penglihatan.
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas. Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR ANOMALIES”.
Telah dikemukakan bahwa untuk dapat melihat secara normal diperlukan sarat bahwa visus kedua mata adalah sama baiknya, faal ototnya baik dan susunan saraf pusat cukup baik untuk mensitesa bayangan yang dikirimkan oleh kedua mata kita. Pengobatan terhadap penderita dengan strabismus adalah bertujuan untuk mengembalikan penglihatan birokuler yang normal, hingga pengobatan terhadap strabismus adalah memenuhi persyaratan untuk mencapai penglihatan binokuler tersebut diatas : dengan kata lain secara terhadap memperbaiki visus kedua matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua mata hingga mencapai kedudukan “orthophoria”  dan terakhir melatih penderita menyatukan dua bayangan dari kedua matanya.
Usaha memperbaiki visus dimulai pada umur yang sedini mungkin, semenjak saat terlihat bahwa si anak mempunyai keinginan melatih untuk menggunakan hanya satu matanya.
Apabila pada keadaan tersebut diatas mata yang baik ditutup atau diberi obat tetes atropin, maka si anak akan terpaksa memakai mata yang malas dan pada anak yang berumur dibawah 6 tahun, akan memperbaiki kemampuan penglihatannya . pengobatan di hentikan bila tercapai keadaan fiksasi yang bergantian antara mata kanan dan kiri.
Perbaikan posisi bola mata dilakukan pada umur dimana pemeriksaan mengenai otot-otot matanya sudah dapat dilakukan dengan lebih teliti, karena pemeriksaan tersebut memerlukan kerja sama yang baik antara si anak dengan dokternya.
Dasar daripada perbaikan posisi bola mata adalah melakukan pembedahan pada otot-otot mata dengan melemahkan otot yang bekerja terlalu kuat dan memperkuat otot yang bekerja terlalu lama. Perbaikan posisi bola mata ini dilakukan pad umur sekitar 4-5 tahun agar strabismus yang masih tidak terkoreksi oleh pembedahan masih bisa diperbaiki dengan pemberian latihan-latihan menggunakan kedua matanya.
Pengobatan sukar dilakukan untuk membuat mata menjadi lurus kembali pada mata juling yang sudah ambliotia atau sudah terjadi korespondensi pada retina abnormal dimana telah terjadi  penglihatan tunggal pada mata yang juling tersebut.oleh sebab itu bila kita menemukan mata juling dengan korespondensi retina abnormal atau terdapat ambliopia, sebaiknya segera memberikan perawatan untuk mencegah keadaan menjadi menetap. Dalam keadaan ini perlu pengawasan yang baik pada anak bila terlihat juling.
Bila telah terjadi juling maka dilakukan:
1.      Latihan
2.      Kaca mata bila ada kelainan refraksi
3.      Tindakan pembedahan pada otot yang mengakibatkan kedudukan bola mata tidak normal
Bila mata baru mengalami juling akan tejadi keluhan diplopia atau penglihatan ganda. Bila satu mata dengan esotropia atau juling kedalam maka bayangan pada  mata tersebut akan terletak disebalah nasal makula lutea sehingga benda tersebut seakan-akan terletak diluar atau jauh bersebelahan dengan benda yang dilihat dengan mata yang baik. Akibatnya, akan terjadi gangguan penglihatan bayangan kedua benda sekaligus secara tunggal. Kadang-kadang kedua bayangan ini sangat mengganggu penderita. Untuk menghindari hal ini mata yang tidak berfiksasi akan melakukan supresi. Bila hal ini terjadi bergantian maka mata terus-menerus akan terjadi skotoma supresi pada mata yang juling, maka mata ini akan mengalami ambliopia. Ambliopia akan mudah terjadi bila mata juling terdapat pada anak berusia dibawah 5 tahun.

B.     Etiologi
1.      Faktor Keturunan
“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.
2.      Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler
-          Over development
-          Under development
-          Kelainan letak insertio otot
3.      Kelainan pada “vascial structure”
Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan penyimpangan posisi bola mata.
4.      Kelainan dari tulang-tulang orbita
-          Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
-          Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
-          Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
-          Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
-          Kelainan Sensoris
5.      Kelainan Inervasi
-          Gangguan proses transisi dan persepsi

C.    Klasifikasi
Menurut Arah Deviasi
1.      Exotropia (Strabismus Divergen)
-          Frekuensi lebih sedikit daripada esotropia
-          Sering suatu exotropia dimulai dari exoforia yang kemudian mengalami progresifitas menjadi intermittent exotopia yang pada akhirnya menjadi exotropia yang konstan, bila tidak diberi pengobatan
-          Paling sering terjadi monokuler, tetapi mungkin pula alternating.
-          Pengobatan : tergantung penyebabnya, yang sering kasus ini memerlukan tindakan operasi.
2.      Esotropia
a.       Non Paralytic (Comitant)
Non Akomodatif Esotropia  Dibagi menjadi :
1)      Esotropia Infantil
Paling sering dijumpai. Sesuai kesepakatan agar memenuhi syarat batasan, maka terjadinya esotropia harus sebelum umur 6 bulan. Penyebab belum diketahui secara pasti.
2)      Esotropia Didapat
Timbulnya pada masa anak-anak, tetapi tidak ada faktor akomodasi. Sudut strabismusnya mula-mula lebih kecil daripada esotropia kongenital tetapi akan bertambah besar.
3)      Esotropia Miopia
Timbulnya pada orang dewasa muda dan ada diplopia untuk memandang jauh, yang lambat laun akan untuk memandang dekat.
Tanda klinik :
1)      Pada yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih menyolok pada satu mata (anisometropia).
2)      Pada yang alternating : anomali refraksinya hampir sama pada kedua mata.
3)      Pengobatan :
-          Oklusi : tujuannya adalah menyamakan visus kedua mata yang ditutup ialah mata yang baik. Oklusi ini dapat dikombinasikan dengan Orthoptica untuk mengembagkan fungsi binokuler
-          Operasi
Akomodatif Esotropia
Terjadi bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi ada divergensi fusi relatif yang kurang untuk mempertahankan mata supaya tetap lurus.
Ada 2 mekanisme patofisiologi yang terjadi :
-          Hiperophia tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar bayangan menjadi jelas, sehingga timbul esotropia.
-          Rasio KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai kelaina refraksi.
Kedua mekanisme ini dapat timbul pada satu penderita
-          Esotropia akomodatif karena hiperophia
Hiperophia ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada bayi / usia yang lebih tua
-          Esotropia akomodatif karena rasio KA/A yang tinggi
Terjadi reaksi knvergensi abnormal sewaktu sinkinesis dekat. Kelainan refraksinya mungkin bukan hiperophia, meskipun sering ditemukan hiperophia sedang.
Karena penyebabnya hypermetropia, maka pengobatannya adalah kacamata. Bila pengobatan ditunda sampai dari 6 bulan dari onsetnya, sering terjadi amblypobia. Untuk amblypobia pengobatannya dengan oklusi terlebih dahulu.
3.      Kombinasi Keduanya
a.       Paralytic (Non-Comitant)
Pada strabismus selalu ada salah satu / lebih otot ekstra okuler yang paralitik dan otot yang paralitik selalu salah satu otot rectus lateral, biasanya sebagai akibat paralisis syaraf abdusen.
Penyebabnya :
-          Dewasa : CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang CNS (Central Nervous System), Trauma.
-          Bayi atau anak-anak : trauma kelahiran, kelainan kongenital.



D.    Patofisiologi

E.     Manifestasi Klinis
1.      Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-kadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.
2.      Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
3.      Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.
4.      Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup (mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup, mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar dari pada deviasi primer.
5.      Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata digerakkan kearah ini.
6.      Ocular torticollis (head tilting).Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.
7.      Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita.
8.      Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.

F.     Pemeriksaan Diagnostik
1.      E-chart / Snellen Chart
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3 - 3,5 tahun, sedangkan diatas umur 5 – 6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
2.      Untuk anak di bawah 3 th dapat digunakan cara
a.       Objektif dengan optal moschope
b.      Dengan observasi perhatian anak dengan sekelilingnya
c.       Dengan oklusi / menutup cat mata
3.      Menentukan anomaly refraksi
Dilakukan retroskopi setelah antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %
4.      Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun anomali refraksi dapat ditentukan secara objectif dengan retinoskopi setelah atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %, diatas usia 5 tahun ditentukan secara subbjektif  seperti pada orang dewasa.
5.      Cover Test : menentukan adanya heterotropia
6.      Cover Uncovertest : menentukan adanya heterophoria
7.      Hirsberg Test
Pemeriksaan reflek cahaya dari senter pada permukaan kornea.
Cara :
a.       Penderita melihat lurus ke depan
b.      Letakkan sebuah senter pada jarak 1/3 m = 33 cm di depan setinggi kedua mata pederita
c.       Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
d.      Prisma + cover  test
Mengubah arah optic garis pandang
8.      Uji Krimsky
Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan ditengah cahaya refleks kornea dengan prisma.
9.      Pemeriksaan gerakan mata
-          Pemeriksaan pergerakan monokuler
Satu mata ditutup dan mata yang lainnya mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini biasanya karena para usis otot atau karena kelainan mekanik anatomic.
-          Pemeriksaan pergerakan binokuler
Pada tiap-tiap mata ,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara subjektif terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek yang berlainan ditangkap oleh 2 fovea, kedua objek akan terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat saling tindih,tetapi jika ada ketidak samaan menyebabkan fusi tidak memberikan kesan tunggal.
G.    Komplikasi
1.      Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul akibat adanya deviasinya.
2.      Amblyopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.
3.      Anomalus Retinal Correspondens
Suatu keadaan dimana favea dari mata yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah favea dari mata yang berdeviasi.
4.      Defect otot
Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan jaringan fascia yang ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata.
5.      Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian otot yang mengalami efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.

H.    Test Tambahan
Pemeriksaan Ini dilakukan untuk mengukur derajat strabismus. Diantaranya:
1.      Tes Hisch Berg
Caranya :
Penderita disuruh untuk melihat cahaya pada jarak 12 inci (30cm). perhatikan reflek cahaya terhadap pupil. Kalau letak nya di pinggir pupil, maka deviasinya 15 derajat, tapi kalau letaknya diantara pinggir pupil dan limbus maka deviasinya 30 derajat dan jika letak nya di limbus, maka derajat deviasinya 45 derajat.(catt : 1 derajat= 2 prisma diopter)
2.      Tes Krimsky
Caranya:
Penderita melihat kesumber cahaya yang jarak nya ditentukan. Perhatikan reflek cahaya pada mata yang berdeviasi. Kekuata prisma yang terbesar diletakkan di depan mata yang brdeviasi, sampai reflek cahaya yang terletak disentral kornea
3.      Tes Maddox Cross
Maddox Cross terdiri dari satu palang dengan tangan dari silang nya 1 m. pada jarak 1m dari Maddox cross, kedua mata penderita, musle light yang terletak ditengah-tengah Maddox cross dan ujung Maddox cross membentuk segitiga sama kaki dengan sudut dasarnya 45o
Suruh penderita melihat muscle light, kalau tidak ada strabismus, reflek cahaya terletak di tengah-tengah pupil, namu bila strabismus, letaknya eksentrik
4.      Tes Pemeriksaan Rotasi Monokuler
Caranya:
Diperiksa dengan salah satu mata ditutup, sedangkn mata yang lain mengikuti cahaya atau objek yang diarahkan kesemua arah. Kelemahan deduksi dapat diketahui yang disebabkan oleh kelemahan otot atau kelainan anatomis dari otot.
5.      Uncover Test
Caranya:
Pasien diminta melihat objek fiksasi. Mata kanan ditutup dan mata kiri tidak. Lalu dibuka, segera perhatikan, bila bola mata bergerak, heterophoria diam, orhoporia, exophoria bergerak nasal.

I.       Penatalaksanaan Medis
1.      Orthoptic
a.       Oklusi
Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang ambliop.oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai cara.
b.      Pleotic
c.       Obat-obatan
d.      Latihan dengan synoptophone
2.      Memanipulasi akomodasi
a.       Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
b.      Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
3.      Penutup Mata
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutupmata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch). Penggunaan plester mata harus dilakukan sedini mungkindan mengikuti petunjuk dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karenapenglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahunPrisma
4.      Suntikan toksin botulin
5.      Operatif
a.       Recession : memindahkan insersio otot
b.      Resertion : memotong otot ekstraokuler
















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN STRABISMUS
(MATA JULING)

A.    Pengkajian
1.      Biodata:
Nama, Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Alamat, Pendidikan
2.      Keluhan utama: Merasa mata tidak lurus, sakit kepala, mata seperti melihat ganda.
3.      Riwayat penyakit sekarang: Penyimpangan pengihatan, Penggunaan kacamata dengan kelainan ruang yang jauh antara mata kanan dan kiri, Adanya trauma mata, Terlihat mata ambliopia dan histagmus, Mata hipermetropi.
4.      Riwayat penyakit dahulu: Adanya penyakit DM, stroke, hipertensi, trauma kepala, infeksi mata, pengobatan lase.
5.      Riwayat penyakit keluarga: Adanya DM, stroke, hipertensi, strabismus.
6.      Pemeriksaan fisik
a.         TTV (tensi, suhu, nadi, respiratorik)
b.        Mata terlihat tidak lurus
c.         Bola mata bergulir tidak sampai ke ujung saat melirik
d.        Aktifitas: Perubahan aktifitas sehari-hari karena berkurangnya penglihatan, Merasa takut melakukan pergerakan bola mata karena luka operasi.
e.         Rasa aman: Pasien gelisah karena mata merasa lelah, Nyeri kepala
f.         Persepsi sensori
g.        Penglihatan: Kedua bola matanya tidak focus pada satu tempat ketika melihat suatu benda

B.     Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1.      Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan status organ indera
2.      Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada mata)
3.      Kurang pengetahuan/informasi berhubungan dengan kondisi, prognosis dan pengobatan

C.    Intervensi (Rencana Tindakan)
1.      DX I: Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/perubahan status organ indera
a.       Kaji derajat dan durasi gangguan visual
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien
b.      Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-perawat
c.       Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan
Rasional: meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri
d.      Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannya
Rasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan gangguan penglihatan
2.      DX II: Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada mata)
a.         Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan
b.        Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi ansietas
c.         Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.
Rasional: Mengurangi ansietas klien
3.      DX III: Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
a.         Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.
b.        Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.
c.         Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
Rasional: Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.


DAFTAR PUSTAKA

Tim Dokter Fakultas Unair. 1984. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga University: Surabaya.
Ilyas, Sidarta. 2005. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment