LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM THYPOID
A.
PENDAHULUAN
Demam
thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya
berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan,
sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan
yang masih rendah (Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan
Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)
Badan
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid, Diseluruh dunia
mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya. Demam tifoid
merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa.
Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun gejala yang
dialami anak lebih ringan dari pada dewasa. Hampir disemua daerah endemik,
insiden demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Nugroho, Susilo,
2011. Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika)
Berdasarkan
laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam tifoid
menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah
sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan
pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%,
urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi
3,01% (Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008.
Depkes RI, Jakarta)
B.
ANATOMI FISIOLOGI
Sistem
pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.
Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rectum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak di luar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.
1.
Usus Halus (usus kecil)
Usus halus
atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa
(sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus
terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong
(jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa
berotot (> 6 cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi
atas usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).
a.
Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua
belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua
belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pancreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b.
Usus Kosong (jejenum)
Usus
kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari usus
halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara
histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya
kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan
usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
c.
Usus Penyerapan (ileum)
Usus
penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara
7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam-garam empedu.
2.
Usus Besar (Kolon)
Usus besar
atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon
sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam
usus besar berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi.
Bakteri
didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.
3.
Usus Buntu (sekum)
Usus buntu
atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari
usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis
reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
ekslusif memiliki yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh
umbai cacing.
4.
Umbai Cacing (Appendix)
Umbai
cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ
ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing
adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk
dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran
sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak
orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.
5.
Rektum dan Anus
Rektum
adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan
air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang
lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limba keluar
dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar –
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
C.
PENGERTIAN
Tifoid
adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer &
Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Tifoid adalah penyakit
infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer,
Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.).
D.
ETIOLOGI
Etiologi
demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella parathypi
(S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini
dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1.
Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan
antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2.
Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan
antigen H (berasal dari flagel kuman).
3.
Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman)
Dari
ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru
W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta:
interna publishing)
E.
PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella
typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada
saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.
Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis
reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam
jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan
tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe
usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo,
Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI).
Setelah
melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh
jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi
akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam
sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun,
akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa,
sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.
Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau
penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi
ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam
patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam
hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
F.
PATHWAY
G.
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan
gejala klinik demam thypoid :
Keluhan:
|
|
Nyeri
kepala (frontal)
|
100%
|
Kurang
enak di perut
|
³50%
|
Nyeri
tulang, persendian, dan otot
|
³50%
|
Berak-berak
|
£50%
|
Muntah
|
£50%
|
Gejala:
|
|
Demam
|
100%
|
Nyeri
tekan perut
|
75%
|
Bronkitis
|
75%
|
Toksik
|
>60%
|
Letargik
|
>60%
|
Lidah
tifus (“kotor”)
|
40%
|
(Sjamsuhidayat. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.)
1.
Pada kondisi demam, dapat
berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu tubuh berangsur meningkat
2.
Ada gangguan saluran pencernaan, bau
nafaas tidak sedap,bibir kering pecah-pecah (ragaden), lidah ditutpi selaput
putih kotor (coated tongue, lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan,
biasanya disertai konstipasi, kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.
3.
Gangguan kesadaran, kesadaran pasien
cenderung turun, tidak seberapa dalam, apatis sampai somnolen, jarang sopor,
koma atau gelisah
4.
Relaps (kambung) berulangnya gejala
tifus tapi berlangsung ringan dan lebih singkat
Download disini
0 comments:
Post a Comment