LAPORAN PENDAHULUAN
COMBUSTIO
A.
PENGERTIAN
Luka bakar (combustio)
adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat,
2001).
Combutsio
(Luka bakar) adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas
(thermal), kimia, elektrik dan radiasi (Suriadi, 2010).
Luka
bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka
tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2002).
Luka
bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
B.
ETIOLOGI
Menurut
Smeltzer (2002), luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik. Berikut ini
adalah beberapa penyebab luka bakar, antara lain:
1. Panas
(misal api, air panas, uap panas)
2. Radias
3. Listrik
4. Petir
5. Bahan
kimia (sifat asam dan basa kuat)
6. Ledakan
kompor, udara panas
7. Ledakan
ban, bom
8. Sinar
matahari
9. Suhu
yang sangat rendah (frost bite)
C.
MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi
klinis menurut ( Suriadi, 2010) :
1.
Riwayat terpaparnya
2.
Lihat derajat luka bakar
3.
Status pernapasan; tachycardia,nafas
dengan menggunakan otot asesoris, cuping hidung dan stridor
4.
Bila syok; tachycardia, tachypnea,
tekanan nadi lemah, hipotensi, menurunnya pengeluaran urine atau anuri
5.
Perubahan suhu tubuh dari demam ke
hipotermi.
D.
PATOFISIOLOGI
Menurut
Corwin, Elizabeth J (2009), Berat ringannya luka bakar tergantung pada faktor,
agent, lamanya terpapar, area yang terkena, kedalamannya, bersamaan dengan
trauma, usia dan kondisi penyakit sebelumnya.
Derajat luka bakar terbagi menjadi tiga bagian;
derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan
ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan,
serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar
dan fase penyembuhan 3-5 hari. Derajat dua (partial) adalah
mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula
dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase
penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari. Derajat tiga atau ketebalan penuh
yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan
sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa
nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk (fascia,
otot, tendon dan tulang).
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya
cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada
sistem kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan
cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam
jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan
menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan
hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
Kompensasi
terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan
menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius
paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk
menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap
injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada
ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi
glomerulus dan oliguri.
Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke
organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.
Respon metabolik pada luka bakar adalah
hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi,
peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme,
hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik
yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena
status hipermetabolisme dan injury jaringan.
Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis
menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk
mempertahankan perfusi.
Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon
pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan
permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi
pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana
secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel.
Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler. Skema
berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada anak/orang
dewasa dan perpindahan cairan setelah injury thermal.
E.
PATHWAY
F.
KLASIFIKASI
1.
Kedalaman Luka
Bakar
Menurut
Brunner & Suddarth (2002), luka bakar dapat diklasifikasikan menurut
dalamnya jaringan yang rusak dan disebut sebagai luka bakar superficial partial-thickness,
deep partial-thickness, dan full-thickness.
Istilah
deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu,
-dua dan -tiga.
a. Pada luka bakar derajat-satu, epidermis
mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut
bias terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami
lepuh/bullae.
b. Luka bakar derajat-dua meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan
cedera pada bagian dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak
merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti
oleh pengisian kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.
c. Luka bakar derajat-tiga meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada
sebagian kasus, jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat
bervariasi mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah yang
terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar
tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut
hancur.
Setiap daerah yang terbakar
memiliki tiga zona cedera:
a. Daerah
sebelah dalam dikenal sebagai zona koagulasi dimana terjadi kematian selular.
b. Daerah
tengah disebut zona stasis tempat terjadinya gangguan suplai darah, inflamasi
dan cedera jaringan.
c. Daerah
sebelah luar merupakan zona hiperemia. Zona ini merupakan luka bakar
derajat-satu yang harus sudah sembuh dalam waktu satu minggu dan lebih khas
untuk cedera terbakar atau tersengat arus listrik ketimbang cedera akibat
cairan yang panas.
2.
Luas Permukaan
Tubuh Yang Terbakar
Brunner
& Suddarth (2002) mengestimasi luas permukaan tubuh yang terbakar
disederhanakan dengan menggunakan Rumus Sembilan (Rule of Nine). Rumus
Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar.
Sistem tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan Sembilan terhadap
permukaan tubuh yang luas.
3.
Berat ringannya luka bakar
American
Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Luka
bakar mayor
1) Luka
bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada
anak-anak.
2) Luka
bakar fullthickness lebih dari 20%.
3) Terdapat
luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan perineum.
4) Terdapat
trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya
luka.
5) Terdapat
luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka
bakar moderat
1) Luka
bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
2) Luka
bakar fullthickness kurang dari 10%.
3) Tidak
terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan perineum.
c. Luka
bakar minor
Luka bakar minor
saperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah :
1) Luka
bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10% pada
anak-anak.
2) Luka
bakar fullthickness kurang dari 2%.
3) Tidak
terdapat luka bakar pada wajah, tangan dan kaki.
4) Luka
tidak sirkumfer.
5) Tidak
terdapat trauma inhalasi, elektrik dan fraktur.
G.
FASE LUKA
BAKAR
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1.
Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena
adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat
sistemik.
2.
Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan
jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan masalah inflamasi,
sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energy.
3.
Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka
sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari
luka bakar berupa hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.
H.
PENATALAKSANAAN
Setiap pasien
luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek Airway, breathing
dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka
segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara
lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada
untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada
trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik
karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a.
Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b.
Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya
dalam 16 jam berikutnya.
c.
Obat – obatan:
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
Analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
A.
PENGKAJIAN
1. Identitas
pasien
Resiko luka bakar
setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun mempunyai angka
kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih rentan terkena infeksi.
(Doengoes, 2000)
2. Riwayat
kesehatan sekarang
a. Sumber kecelakaan
b. Sumber
panas atau penyebaba yang berbahaya
c. Gambaran
yang mendalam bagaimana luka bakar
terjadi
d. Faktor
yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
e. Keadaan
fisik disekitar luka bakar
f. Peristiwa
yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
g. Beberapa
keadaan lain yang memeperberat luka bakar
3. Riwayat
kesehatan dahulu
Penting untuk
menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang merubah kemampuan utuk
memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap infeksi (seperti DM,
gagal jantung, sirosis hepatis, gangguan pernafasan). (Doengoes, 2000)
4. Pantau
patensi jalan napas pasien; evaluasi nadi apical, karotis dan femoral.
5. Mulai lakukan
pemantauan jantung.
6. Periksa
tanda-tanda vital dengan teratur menggunakan alat ultrasonografi jika
diperlukan.
7. Periksa
nadi perifer pada ekstremitas yang mengalami luka bakar setiap jam.
8. Pasang
kateter IV dengan diameter besar dan kateter urine indwelling.
9. Pantau
masukan cairan dan haluaran serta ukur
setiap satu jam.
10. Perhatikan
adanya peningkatan serak suara, stridor, frekuensi dan kedalaman pernapasan,
atau perubahan mental akibat hipoksia
11. Kaji
suhu tubuh, berat badan, riwayat berat badan sebelum luka bakar dan alergi.
12. Kaji
status neurologis: kesadaran; status psikologis, nyeri dan tingkat ansietas
serta perilaku.
13. Kaji
pemahaman pasien dan keluarga tentang cedera dan pengobatan.
B.
DIAGNOSA
Marilynn E.
Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan
sebagai berikut:
1.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan
kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen
luka.
2.
Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan
nafas.
3.
Kurang volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan: status
hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan.
4.
Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan
traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respon
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique.
C.
INTERVENSI
1.
Nyeri berhubungan dengan
kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh
debridemen luka.
Tujuan:
Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria
Hasil: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur
tubuh rileks.
Intervensi :
a. Berikan
anlgesik narkotik sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka.
Evaluasi
keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.
b. Pertahankan
pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk
memberikan kehangatan.
c. Bantu
dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan
tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan
badan sendiri.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas.
Tujuan:
Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria
Hasil: Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Intervensi :
a.
Kaji reflek gangguan / menelan; perhatikan pengaliran air
liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
b.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan
adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
c.
Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik,
penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
d.
Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada
kulit yang cidera
e.
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di
bawah kepala, sesuai indikasi
f.
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi
sering.
g.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan
teknik steril.
h.
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk
bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
i.
Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi,
kacau mental.
j.
Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan
variasi/perubahan.
k.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
1) Berikan
pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
2) Kaji
ulang seri rontgen
3) Berikan/bantu
fisioterapi dada/spirometri intensif.
4) Siapkan/bantu
intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.
3.
Kurang volume cairan
berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan
kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
Tujuan:
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria Hasil: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine 1-2 cc/kg BB/jam.
Kriteria Hasil: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine 1-2 cc/kg BB/jam.
Intervensi
:
a. Awasi
tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
b. Awasi
pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai
indikasi.
c. Perkirakan
drainase luka dan kehilangan yang tampak
d. Timbang
berat badan setiap hari
e. Ukur
lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
f. Selidiki
perubahan mental
g. Observasi
distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
h. Lakukan
program kolaborasi meliputi :
1) Pasang /
pertahankan kateter urine
2) Pasang/
pertahankan ukuran kateter IV.
3) Berikan
penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
i.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit,
natrium ).
j.
Berikan obat sesuai idikasi
k. Tanda-tanda
vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan
setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
l.
Warna urine.
m. Masukan
dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode
akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
n. Hasil-hasil
laporan elektrolit.
o. Berat
badan setiap hari.
p. CVP
(tekanan vena sentral) setiap jam bila diperlukan.
4.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan
kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi
Tujuan:
Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria
Hasil: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Intervensi
:
a. Pantau:
1) Penampilan
luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur
bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
2) Suhu
setiap 4 jam.
3) Jumlah
makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
b. Bersihkan
area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik (debridemen).
c. Lepaskan
krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril
dan berikan krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan
ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
d. Beritahu
dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi
donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV
sesuai ketentuan.
e. Tempatkan
pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang
mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort
untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan
masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis
pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
f. Bila
riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia
(hyper-tet).
g. Mulai
rujukan pada ahli diet, berikan protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan
suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila
masukan makanan kurang dari 50%.
5.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan fatique.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan
perawatan klien menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas.
Kriteria
Hasil : dapat bangun sendiri tanpa bantuan orang lain
Intervensi :
a. Catat
irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan
aktivitas.
b. Anjurkan
pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
c. Jelaskan
pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
d. Tunjukan
pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
& Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC
Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Maliya,
Arina. 2012. Penuntun Praktek Laboratorium KMB IIIB. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Marylin
E. Doenges (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC
Moenadjat,
Yefla. 2001. Luka Bakar. Jakarta: FKUI
Smeltzer,
2002 . Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. ECG: Jakarta
Suriadi,
Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV. Sagung Seto.
0 comments:
Post a Comment