LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL
KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Definisi
§ Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner
& Suddarth, 2001).
§ Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal
yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
§ CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh
gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2001).
B.
Klasifikasi CKD
Sesuai dengan
topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada dasarnya pengelolaan
tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir
CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini,
kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam
stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai
stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan
istilah CRF.
1.
Gagal ginjal
kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a.
Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
§
Kreatinin serum
dan kadar BUN normal
§
Asimptomatik
§
Tes beban kerja
pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b.
Stadium II :
Insufisiensi ginjal
§
Kadar BUN meningkat
(tergantung pada kadar protein dalam diet)
§
Kadar kreatinin
serum meningkat
§
Nokturia dan
poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1)
Ringan
40% - 80% fungsi
ginjal dalam keadaan normal
2)
Sedang
15% - 40% fungsi
ginjal normal
3)
Kondisi berat
2% - 20% fungsi
ginjal normal
c.
Stadium III:
gagal ginjal stadium akhir atau uremia
§
kadar ureum dan
kreatinin sangat meningkat
§
ginjal sudah
tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
§
air kemih/ urin
isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2.
KDOQI (Kidney
Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan
stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a.
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b.
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten
dan LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c.
Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d.
Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e.
Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2
atau gagal ginjal terminal.
C. Etiologi
Gagal ginjal
kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian
besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1.
Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2.
Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3.
Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4.
Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif.
5.
Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7.
Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8.
Nefropati obstruktif
a.
Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b.
Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
pada leher kandung kemih dan uretra.
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi
kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan
yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah
muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi,
yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari
fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu
untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga
dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3.
Asidosis
Dengan semakin
berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan
ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic
lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat
dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas
yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang
dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi
renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
Patways CKD /
Gagal Ginjal :
E. Tanda dan Gejala
1.
Kelainan hemopoesis,
dimanifestasikan dengan anemia
a.
Retensi toksik
uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan,
masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative
dan jumlah retikulosit normal.
b.
Defisiensi hormone
eritropoetin
Ginjal sumber
ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang
→ sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
2.
Kelainan Saluran
cerna
a.
Mual, muntah,
hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
b.
Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung
urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c.
Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3.
Kelainan mata
4.
Kardiovaskuler
:
a.
Hipertensi
b.
Pitting edema
c.
Edema periorbital
d.
Pembesaran vena leher
e.
Friction Rub Pericardial
5.
Kelainan kulit
a.
Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a)
Toksik uremia yang kurang terdialisis
b)
Peningkatan kadar kalium phosphor
c)
Alergi bahan-bahan dalam proses HD
0 comments:
Post a Comment